LAPORAN
PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II
DIFUSI
OSMOSIS DAN PLASMOLISIS
- LATAR BELAKANG
Ketika kita
meletakkan wortel segar ke dalam larutan gula, maka dalam beberapa
saat wortel tersebut akan menyusut dan layu. Hal serupa terjadi jika
kita meletakkan wortel tersebut ke dalam larutan garam. Secara
gamblang kita akan menyimpulkan bahwa menyusutnya atau layunya wortel
ini wortel diletakkan pada larutan yang mempunyai konsentrasi yang
lebih tinggi disbanding dengan konsentrasi larutan dalam wortel.
Hal di atas
merupakan gambaran makro dari suatu peristiwa biologi. Jika sel
tumbuhan diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan
akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabkan sel
tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu.
Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis.
Plasmolisis
merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi secara alami. Dengan
kegiatan praktikum kali ini diharapkan dapat mengetahui peristiwa dan
faktor penyebab dari peristiwa plasmolisis, serta mengaitkannya
dengan status potensial osmotik.
- DASAR TEORI
Apabila suatu sel
diletakkan dalam larutan yang hipertonis terhadap sitoplasma maka air
dalam sel akan berdifusi keluar sehingga sitoplasma mengerut dan
membran sel terlepas dari dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut
plasmolisis.
Plasmolisis
merupakan suatu fenomena pada sel berdinding dimana sitoplasma
mengkerut dan membran plasma tertarik menjauhi dinding sel ketika sel
melepaskan air ke lingkungan hipertonik (Cambell, 2003:620).
Peristiwa ini terjadi bila jaringan ditempatkan pada larutan yang
hipertonik atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi. Dalam
keadaan tersebut, air sel akan terdorong untuk berdifusi keluar sel
menembus membran (osmosis). Dalam keadaan tertentu, sel masih mampu
kembali ke keadaan semula bila jaringan dikembalikan ke air murni.
Peristiwa ini dikenl sebagai gejala deplasmolisis (Suyitno, 2010:21).
Jika sel tumbuhan
diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan akan
kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabakan sel
tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi ini layu.
Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis.
Tekanan terus berkurang sampai di suatu titik dimana protoplasma sel
terkelupas dari dinding sel, sehingga menyebabkan jarak antara
dinding sel dan membran. Akhirnya terjadi cytorrhysis, yaitu
runtuhnya seluruh dinding sel. Tidak ada mekanisme di dalam sel
tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, tetapi
plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan yang
hipotonik (http://nurmaatus.blogdetik.com/2009/plasmolisis).
Peristiwa
plasmolisis dan deplasmolisis seperti yang terjadi pada sel tumbuhan
juga terjadi pada sel hewan, walaupun ada sedikit perbedaan. Sel
darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan
bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan
sitoplasmanya. Sel darah merah akan mengkerut apabila berada di dalam
cairan yang hipertonis. Pengkerutan sel ini dinamakan krenasi
(Mochamad Nasir, 1993:41). Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan
nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam
larutan hipertonik karena kehilangan air melalui osmosis (Burnie,
2000:20). Bila sel darah merah berada di dalam larutan hipotonis,
maka sel akan pecah dan hemoglobin yang berwarna merah akan keluar.
Keadaan ini menjadi dasar untuk menghitung kadar hemoglobin dalam
darah (Nasir, 1993:41).
Prinsip yang
digunakan dalam peristiwa plasmolisis adalah karena terjadinya
peristiwa osmosis sebagai akibat adanya [erbedaan konsentrasi zat
terlari dalam air medium disbanding zat terlarut yang ada di dalam
protoplasma sel ataundapat diartikan sebagai dampak perbadaan
potensial air antara dua tempat air yang dibatasi oleh membran sel
tersebut.
Kondisi sel yang
terplasmolisis tersebut dapat dikembalikan ke kondisi semula.
Pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondisi semula ini
dikenal dengan istilah deplasmolisis. Prinsip kerja dari
deplasmolisis ini hamper sama dengan plasmolisis. Tapi konsentrasi
medium dibuat hipotonis sehingga yang terjadi adalah cairan memenuhi
ruang antar dinding sel dengan membran sel bergerak keluar, sedangkan
air yang berada di luar bergerak masuk ke dalam dan dapat menembus
membran sel karena membran sel mengizinkan molekul-molekul air untuk
masuk ke dalam. Masuknya molekul ari ke dalam tersebut mengakibatkan
ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membran sel
kembali dengan cairan sehingga akibat timbulnya tekanan turgor akibat
gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari peristiwa ini
adalah sel kembali ke keadaan semula (Ferdinand an Ariwibowo,
2002:11).
Plasmolisis hanya
terjadi pada kondisi ekstrem dan jarang terjadi di alam. Biasanya
terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada
larutan bersalinitas atau larutan tinggi atau larutan gula untuk
menyebabkan ekosmosis, seringkalui menggunakan tanaman Elodea atau
sel epidermal bawang yhang memiliki pigmen warna sehingga proses
dapat diamati dengan jelas
(http://id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis).
Jika deficit tekanan
difusi di dalam suatu sel lebih rendah daripada deficit tekanan
difusi larutan yang ada di sekitar sel, maka air akan meninggalkan
sel sampai deficit tekanan difusi di dalam dan di luar sama (anggap
bahwa larutan di luar sel tidak terbatas). Protoplasma yang
kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas
dari dinding sel. Peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang
mengalami plasmolisis biasanya dapat disehatkan lagi dengan
memasukkanya di dalam air murni. Sel di dalam keadaan plasmolisis
mempunyai deficit tekanan difusi dan tekanan osmotic yang tinggi,
sebaliknya tekanan turgor menjadi negative (Dwidjoseputro, 1962:77).
Metode plasmolisis
dapat digunakan sebagai salah satu metode penaksiran nilai potensial
osmotic jaringan. Sebagai penaksiran terdekat, potensial osmotic
jaringan ditaksir equivalen dengan potensial osmotic suatu larutan
yang telah menimbulkan plasmolisis sebesar 50%, yang disebut
incipient plasmolysis (Suyitno, 2010:21).
Berikut ini adalah
table nilai potensial osmotic (PO) beberapa molaritas larutan sukrosa
pada suhu 20ºC menurut A. Usprung dan G Blum
- HIPOTESIS
Apabila sel
diletakkan pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi tinggi
(hipertonis) maka sel akan terplasmolisis karena air di dalam sel
mengalir keluar sel.
- ALAT DAN BAHAN
- Mikroskop
- Gelas benda dan penutup
- Botol vial
- Pipet tetes
- Larutan sukrosa
- Daun Rhoe discolor
- Silet
- LANGKAH KERJA
- Menyiapkan 4 botol vial yang berisi larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M masing-masing sebanyak 10 ml.
- Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor.
- Meletakkan sayatan pada gelas benda, menetesi sedikit air, dan menutup dengan kaca penutupnya.
- Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar.
- Menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan.
- Memberikan tetesan larutan air gula ke tepi gelas penutupnya.
- Mengamati dan mencatat perubahan sel-sel beranthosian tadi secara terus-menerus selama 2 menit.
- Menghitung jumlah sel yang mengalami pemudaran warna antosianin ungu, bahkan menjadi transparan (terplasmolisis).
- Mencatat hasil pengamatan pada data dan membuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi.
- DATA PENGAMATAN
Perlakuan
sukrosa
|
Keadaan
sel dalam satu bidang pandang
|
Waktu
mulai terplasmolisis
|
|
Terplasmolisis
(%)
|
Tak
terplasmolisis (%)
|
||
0,14
M
|
43,67
|
56,33
|
1
menit 24 detik
|
0,18
M
|
43,07
|
56,93
|
Selama
2 menit
|
0,22
M
|
30,27
|
69,73
|
1
menit 40 detik
|
0,26
M
|
59,04
|
40,96
|
Selama
2 menit
|
Analisis
Data
- Pada konsentrasi sukrosa 0,14 M jumlah sel anthocian adalah 87, yang terplasmolisis sebanyak 38 dan yang tak terplasmolisis 49.
Persentase jumlah
sel terplasmolisis = 3887
× 100 % = 43,67%
Persentase jumlah
sel tak terplasmolisis = 4987
×100%=56,33%
- Pada konsentrasi sukrosa 0,18 M jumlah sel anthocian adalah 65, yang terplasmolisis sebanyak 28 dan yang tak terplasmolisis 43.
Persentase jumlah
sel terplasmolisis = 2865
× 100 % = 43,07%
Persentase jumlah
sel tak terplasmolisis = 4365
×100%=56,93%
- Pada konsentrasi sukrosa 0,22 M jumlah sel anthocian adalah `109, yang terplasmolisis sebanyak 33 dan yang tak terplasmolisis 76.
Persentase jumlah
sel terplasmolisis = 33109
× 100 % = 30,27%
Persentase jumlah
sel tak terplasmolisis = 76109
×100%=69,73%
- Pada konsentrasi sukrosa 0,26 M jumlah sel anthocian adalah 83, yang terplasmolisis sebanyak 49 dan yang tak terplasmolisis 34.
Persentase jumlah
sel terplasmolisis = 4983
× 100 % = 59,04%
Persentase jumlah
sel tak terplasmolisis = 3483
×100%=40,69%
Grafik hubungan
antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi
- PEMBAHASAN
Percobaan dengan
topik Plasmolisis ini bertujuan untuk menemukan fakta tentang gejala
plasmolisis, menunjukkan faktor penyebab plasmolisis, mendeskripsikan
peristiwa plasmolisis, dan menunjukkan hubungan antara plasmolisis
dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan larutan
di lingkungannya.
Percobaan
plasmolisis ini menggunakan preparat dari epidermis permukaan bawah
daun Rhoe
discolor
atau Jadam, Md. Daun ini digunakan karena bagian bawah daunnya
mengandung sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian), sehingga
dapat dengan mudah diamati perubahan warna selnya di bawah mikroskop.
Larutan yang
digunakan dalam percobaan kali ini adalah larutan sukrosa dengan
konsentrasi 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M. Perbedaan konsentrasi
yang digunakan ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan dengan jumlah sel yang
terplasmolisis.
Pada percobaan ini
dilakukan pertama-tama dengan menyiapkan larutan sukrosa dengan
berbagai konsentrasi yang telah disebutkan di atas. Setelah itu
membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe
discolor
(Jadam, Md), kemudian meletakkan sayatan pada gelas benda lalu
ditetesi air dan menutup dengan gelas penutupnya. Selanjutnya,
mengamati preparat tersebut di bawah mikroskop dari perbesaran kecil
kemudian semakin besar dan perbesaran yang digunakan dalam percobaan
kali ini adalah 10 x 10. Setelah itu menghitung jumlah sel yang penuh
dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan.
Kemudian menetesi preparat tersebut dengan larutan sukrosa ke tepi
gelas penutupnya dan mengamati serta mencatat terjadinya perubahan
sel-sel beranthosian tadi terus menerus selama 2 menit. Langkah
terakhir menghitung sel-sel yang mengalami pemudaran warna anthosian
ungu menjadi transparan.
Berdasarkan pada
percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan
pertama sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor
yang berwarna ungu berjumlah 87. Setelah ditetesi dengan larutan
sukrosa 0,14 M terjadi perubahan warna pada sel yang berwarna ungu
menjadi transparan dalam waktu 1 menit 24 detik dengan jumlah yang
terplasmolisis sebanyak 38 sehingga yang tidak terplasmolisis
sebanyak 49. Apabila dinyatakan dalam persentase jumlah sel yang
terplasmolisis sebesar 43,67% dan yang tidak terplasmolisis sebesar
56,33%. Pada perlakuan kedua sel epidermis daun Rhoe
discolor
yang berwarna ungu sebanyak 65. Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,18
M yang mengalami plasmolisis sebanyak 28 dan yang tidak
terplasmolisis sebanyak 43. Dengan persentaseyang terplasmolisis
sebesar 43,07% dan yang tidak terplasmolisis sebesar 56,93%. Pada
perlakuan ketiga sel epidermis yang berwarna ungu sebanyak 109.
Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,22 M terjadi plasmolisis dalam
waktu 1 menit 40 detik sebanyak 33 dan yang tidak terplasmolisis
sebanyak 76 dengan persentase terplasmolisis sebesar 30,27% dan yang
tidak terplasmolisis 69,73%. Pada perlakuan terakhir didapatkan sel
epidermis yang berwarna ungu sebanyak 83. Setelah ditetesi dengan
larutan sukrosa 0,26 M yang terplasmolisis sebanyak 49 dan yang tidak
terplasmolisis sebanyak 34 dengan persentase yang terplasmolisis
sebesar 59,04% dan yang tidak terplasmolisis 40,96%.
Fakta tentang gejala
plasmolisis
Setelah melakukan
percobaan dapat diketahui gejala yang terjadi pada peristiwa
plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa lepasnya plasmalemma atau
membran plasma dari dinding sel karena dehidrasi (sel kehilangan
air). Setelah preparat dari sel epidermis bawah daun Rhoe discolor
yang memiliki warna ungu (anthocian) ditetesi dengan larutan sukrosa
dengan berbagai konsentrasi terjadi perubahan pada sel tersebut yang
semula semua berwarna ungu berubah menjadi transparan. Peristiwa
tersebut adalah peristiwa plasmolisis. Sehingga gejala yang terjadi
pada peristiwa plasmolisis adalah perubahan yang terjadi pada sel
yang berwarna ungu berubah menjadi transparan.
Faktor penyebab
plasmolisis
Pada percobaan ini
dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Pada konsentrasi larutan
sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M diperoleh jumlah sel yang
terplasmolisis berbeda-beda, berturut-turut adalah 43,67%, 43,07%,
30,27%, 59,04%.
Berdasarkan
percobaan yang dilakukan ternyata dengan semakin besarnya konsentrasi
larutan (0,14 M, 0,18 M, 0,22 M) yang diteteskan pada sel epidermis
Rhoe
discolor,
maka jumlah sel yang terplasmolisis semakin sedikit, tetapi pada
konsentrasi 0,26 M jumlah sel yang terplasmolisis semakin banyak.
Menurut
Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka
arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air
larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih
tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial
larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan
kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada
kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga
tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel. Sel epidermis
daun
Rhoeo
discolor
yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis.
Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang
mengalami plasmolisis.
Apabila
dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang
dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya perlakuan dengan
larutan sukrosa0,26 M yang sesuai dengan literature. Hal ini
disebabkan karena perbedaan jumlah tetesan larutan sukrosa yang
diteteskan pada sel epidermis Rhoe
discolor
dan ada sebagian larutan sukrosa yang diteteskan tidak mengenai sel
epidermis tersebut. Sel epidermis yang diamati sangat kecil dan dan
celah antara gelas penutup dan sel episermis sangatlah sempit,
sehingga latutan sukrosa sulit mengenai sel epidermis. Selain itu,
pada percobaan ini waktu pengamatan terhadap sel-sel anthosianin yang
mulai terplasmolisis tidak dilakukan tepat selama 2 menit serta
terjadi kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena
sel-sel epidermis dari Rhoe
discolor
sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain.
Mendiskripsikan
peristiwa plasmolisis
Plasmolisis
merupakan peristiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari
dinding sel karena sel kehilangan air atau dehidrasi ketika
sel ditempatkan di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis
terhadap sel atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi. Pada
saat sel ditempatkan di larutan yang hipertonis, maka air akan keluar
dari vakuola, sehingga membran sitoplasma akan mengkerut dan terlepas
dari dinding sel.
Pada percobaan kali
ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo
discolor yang
memiliki pigmen warna ungu (anthocian), hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah proses pengamatan. Selain itu, juga digunakan larutan
sukrosa berbagai konsentrasi yang berperan sebagai larutan hipertonis
terhadap sel.
Sebelum diteteskan
larutan sukrosa, sel-sel yang bewarna ungu terlihat lebih banyak dan
jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau transparan. Hal ini
terjadi karena pada saat normal, pigmen antosianin berada pada
vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung
tersebar mengambang pada sitoplasma . Setelah diteteskan larutan
sukrosa dan didiamkan selama lebih kurang dua menit, terjadilah
keadaan yang bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Sel-sel
berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas
terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada
larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola
sehingga membran sitoplasma akan mengkerut begitu pula sitoplasma,
dan secara otomatis juga menciutkan ukuran vakuola. Sehingga pigmen
antosianin di dalam vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat
sitoplasma mengkerut, kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma
akan merapat sehingga bisa terlihat lebih jelas.
Berdasarkan
literature yang diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Plasmolisis
dapat dilihat dengan jelas perbedaan sel Rhoe
discolor
yang sebelum terplasmolisis dan sesudah plasmolisi
Sebelum
plasmolisis
|
Setelah
plasmolisis
|
|
|
Sel yang
terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila sel
yang mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis. Keadaan
sel akan kembali seperti semula karena air di luar sel akan
berosmosis ke dalam sel yang hipertonis, sehingga sitoplasma akan
kembali mengembang. Peristiwa ini disebut dengan deplasmolisis.
(Campbell, 2002).
Potensial
osmotik juga disebut sebagai tekanan turgor, yaitu tekanan dari dalam
vakuola kepada plasma dan dinding sel karena adanya osmosis air
kedalam vakuola. Pada larutan sukrosa yang digunakan, pada percobaan
ini masing-masing mempunyai potensial osmotic atau PO, yaitu pada
larutan sukrosa 0,14M PO = -3,70, larutan sukrosa 0,18 M PO= - 4,50,
larutan sukrosa 0,22 M PO= -5,60, dan larutam sukrosa 0,26M PO=
-7,00. (suyitno dkk, 2010:23)
Dari
literature di atas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi
suatu zat, maka potensial osmotiknya semakin kecil, dan sebaliknya
semakin rendah konsentrasi suatu zat, maka potensial osmosisnya
semakin besar. Hal tersebut sesuai dengan sifat air yang bisa
mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah.
Potensial
osmotic di dalam sel lebih tinggi dibanding potensial osmotic larutan
yang berada di luar (lingkungannya), sehingga air mampu menembus
dinding sel, dan keluar dari sel. Semakin lama sel akan mengkerut dan
plasma sel akan lepas dari dinding sel. Peristiwa itulah yang disebut
plasmolisis.
- KESIMPULAN
-Salah satu faktor
yang menyebabkan plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Semakin
tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami
plasmolisis.
-
peristiwa plasmolisis adalah peristiwa
lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena sel
kehilangan air atau dehidrasi ketika
sel ditempatkan di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis
terhadap sel atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi.
-
Sel
yang terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila
sel yang mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis.
Peristiwa ini disebut deplasmolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Burnie, David. 2000.
Jendela
Iptek Seri II: Kehidupan.
Jakarta: Balai Pustaka
Champbel, Neil A..
2003. Bioligi
Jilid II Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga
Dwidjoseputro. 1962.
Pengantar
Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Ferdinand, Fiktor P.
dan Moekti Ariwibowo. 2002. Praktis
Belajar Biologi.
Jakarta: Grafindo
Media Pratama
Kimball, John W.
1998. Biologi
Edisi ke-5 Jilid 1.
Jakarta:Erlangga
Nasir, Mochamad.
1993. Petunjuk
Praktikum Biologi Umum.
Yogyakarta:Debdiknas
Suyitno, dkk. 2010.
Penuntun
Praktikum Biologi Dasar II.
Yogyakarta: UNY
- TUGAS PENGEMBANGAN
- Dapatkah penaksiran potensial air jaringan didasarkan pada potensial air larutan perendam yang belum menimbulkan plasmolisis?
Jawab: Penaksiran
potensial jaringan tidak dapat didasarkan pada potensial larutan
perendaman yang belum menimbulkan plasmolisis sebab penaksiran
potensial osmotic suatu jaringan yang eqivalen dengan potensial
larutan dapat dihitung apabila sudah mengakibatkan plasmolisis
sebesar 50%.
- Apa maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor untuk percobaan plasmolisis?
Jawab: Pada
pengamatan kali ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo
discolor yang
memiliki pigmen warna ungu, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
proses pengamatan.
- Mengapa potensial osmotic taksiran berdasarkan potensial osmotic larutan perendam penyebab keadaan “incipient plasmolisis.
Jawab: Sebab keadaan
suatu sel epidermis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
suhu, cahaya, kelembaban udara, dan habitat tumbuhan tersebut,
sehingga antara haswil percobaan dengan kenyataan sering terdapat
perbedaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar