Selasa, 29 Mei 2012

         LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II
DIFUSI OSMOSIS DAN PLASMOLISIS

  1. LATAR BELAKANG
Ketika kita meletakkan wortel segar ke dalam larutan gula, maka dalam beberapa saat wortel tersebut akan menyusut dan layu. Hal serupa terjadi jika kita meletakkan wortel tersebut ke dalam larutan garam. Secara gamblang kita akan menyimpulkan bahwa menyusutnya atau layunya wortel ini wortel diletakkan pada larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi disbanding dengan konsentrasi larutan dalam wortel.
Hal di atas merupakan gambaran makro dari suatu peristiwa biologi. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis.
Plasmolisis merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi secara alami. Dengan kegiatan praktikum kali ini diharapkan dapat mengetahui peristiwa dan faktor penyebab dari peristiwa plasmolisis, serta mengaitkannya dengan status potensial osmotik.
  1. DASAR TEORI
Apabila suatu sel diletakkan dalam larutan yang hipertonis terhadap sitoplasma maka air dalam sel akan berdifusi keluar sehingga sitoplasma mengerut dan membran sel terlepas dari dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut plasmolisis.
Plasmolisis merupakan suatu fenomena pada sel berdinding dimana sitoplasma mengkerut dan membran plasma tertarik menjauhi dinding sel ketika sel melepaskan air ke lingkungan hipertonik (Cambell, 2003:620). Peristiwa ini terjadi bila jaringan ditempatkan pada larutan yang hipertonik atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi. Dalam keadaan tersebut, air sel akan terdorong untuk berdifusi keluar sel menembus membran (osmosis). Dalam keadaan tertentu, sel masih mampu kembali ke keadaan semula bila jaringan dikembalikan ke air murni. Peristiwa ini dikenl sebagai gejala deplasmolisis (Suyitno, 2010:21).
Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam yang hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabakan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis. Tekanan terus berkurang sampai di suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, sehingga menyebabkan jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya terjadi cytorrhysis, yaitu runtuhnya seluruh dinding sel. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan yang hipotonik (http://nurmaatus.blogdetik.com/2009/plasmolisis).
Peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis seperti yang terjadi pada sel tumbuhan juga terjadi pada sel hewan, walaupun ada sedikit perbedaan. Sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan sitoplasmanya. Sel darah merah akan mengkerut apabila berada di dalam cairan yang hipertonis. Pengkerutan sel ini dinamakan krenasi (Mochamad Nasir, 1993:41). Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena kehilangan air melalui osmosis (Burnie, 2000:20). Bila sel darah merah berada di dalam larutan hipotonis, maka sel akan pecah dan hemoglobin yang berwarna merah akan keluar. Keadaan ini menjadi dasar untuk menghitung kadar hemoglobin dalam darah (Nasir, 1993:41).
Prinsip yang digunakan dalam peristiwa plasmolisis adalah karena terjadinya peristiwa osmosis sebagai akibat adanya [erbedaan konsentrasi zat terlari dalam air medium disbanding zat terlarut yang ada di dalam protoplasma sel ataundapat diartikan sebagai dampak perbadaan potensial air antara dua tempat air yang dibatasi oleh membran sel tersebut.
Kondisi sel yang terplasmolisis tersebut dapat dikembalikan ke kondisi semula. Pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondisi semula ini dikenal dengan istilah deplasmolisis. Prinsip kerja dari deplasmolisis ini hamper sama dengan plasmolisis. Tapi konsentrasi medium dibuat hipotonis sehingga yang terjadi adalah cairan memenuhi ruang antar dinding sel dengan membran sel bergerak keluar, sedangkan air yang berada di luar bergerak masuk ke dalam dan dapat menembus membran sel karena membran sel mengizinkan molekul-molekul air untuk masuk ke dalam. Masuknya molekul ari ke dalam tersebut mengakibatkan ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membran sel kembali dengan cairan sehingga akibat timbulnya tekanan turgor akibat gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari peristiwa ini adalah sel kembali ke keadaan semula (Ferdinand an Ariwibowo, 2002:11).
Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi ekstrem dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas atau larutan tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis, seringkalui menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yhang memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas (http://id.wikipedia.org/wiki/plasmolisis).
Jika deficit tekanan difusi di dalam suatu sel lebih rendah daripada deficit tekanan difusi larutan yang ada di sekitar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai deficit tekanan difusi di dalam dan di luar sama (anggap bahwa larutan di luar sel tidak terbatas). Protoplasma yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel. Peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang mengalami plasmolisis biasanya dapat disehatkan lagi dengan memasukkanya di dalam air murni. Sel di dalam keadaan plasmolisis mempunyai deficit tekanan difusi dan tekanan osmotic yang tinggi, sebaliknya tekanan turgor menjadi negative (Dwidjoseputro, 1962:77).
Metode plasmolisis dapat digunakan sebagai salah satu metode penaksiran nilai potensial osmotic jaringan. Sebagai penaksiran terdekat, potensial osmotic jaringan ditaksir equivalen dengan potensial osmotic suatu larutan yang telah menimbulkan plasmolisis sebesar 50%, yang disebut incipient plasmolysis (Suyitno, 2010:21).
Berikut ini adalah table nilai potensial osmotic (PO) beberapa molaritas larutan sukrosa pada suhu 20ºC menurut A. Usprung dan G Blum





































  1. HIPOTESIS
Apabila sel diletakkan pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi tinggi (hipertonis) maka sel akan terplasmolisis karena air di dalam sel mengalir keluar sel.


  1. ALAT DAN BAHAN
  1. Mikroskop
  2. Gelas benda dan penutup
  3. Botol vial
  4. Pipet tetes
  5. Larutan sukrosa
  6. Daun Rhoe discolor
  7. Silet
  1. LANGKAH KERJA
  1. Menyiapkan 4 botol vial yang berisi larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M masing-masing sebanyak 10 ml.
  2. Membuat beberapa sayatan epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor.
  3. Meletakkan sayatan pada gelas benda, menetesi sedikit air, dan menutup dengan kaca penutupnya.
  4. Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar.
  5. Menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan.
  6. Memberikan tetesan larutan air gula ke tepi gelas penutupnya.
  7. Mengamati dan mencatat perubahan sel-sel beranthosian tadi secara terus-menerus selama 2 menit.
  8. Menghitung jumlah sel yang mengalami pemudaran warna antosianin ungu, bahkan menjadi transparan (terplasmolisis).
  9. Mencatat hasil pengamatan pada data dan membuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi.
  1. DATA PENGAMATAN
Perlakuan sukrosa
Keadaan sel dalam satu bidang pandang
Waktu mulai terplasmolisis
Terplasmolisis (%)
Tak terplasmolisis (%)
0,14 M
43,67
56,33
1 menit 24 detik
0,18 M
43,07
56,93
Selama 2 menit
0,22 M
30,27
69,73
1 menit 40 detik
0,26 M
59,04
40,96
Selama 2 menit
Analisis Data
  1. Pada konsentrasi sukrosa 0,14 M jumlah sel anthocian adalah 87, yang terplasmolisis sebanyak 38 dan yang tak terplasmolisis 49.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 3887 × 100 % = 43,67%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 4987 ×100%=56,33%


  1. Pada konsentrasi sukrosa 0,18 M jumlah sel anthocian adalah 65, yang terplasmolisis sebanyak 28 dan yang tak terplasmolisis 43.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 2865 × 100 % = 43,07%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 4365 ×100%=56,93%


  1. Pada konsentrasi sukrosa 0,22 M jumlah sel anthocian adalah `109, yang terplasmolisis sebanyak 33 dan yang tak terplasmolisis 76.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 33109 × 100 % = 30,27%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 76109 ×100%=69,73%


  1. Pada konsentrasi sukrosa 0,26 M jumlah sel anthocian adalah 83, yang terplasmolisis sebanyak 49 dan yang tak terplasmolisis 34.
Persentase jumlah sel terplasmolisis = 4983 × 100 % = 59,04%
Persentase jumlah sel tak terplasmolisis = 3483 ×100%=40,69%
Grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan plasmolisis yang terjadi
  1. PEMBAHASAN
Percobaan dengan topik Plasmolisis ini bertujuan untuk menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan faktor penyebab plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, dan menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotik antara cairan selnya dengan larutan di lingkungannya.
Percobaan plasmolisis ini menggunakan preparat dari epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor atau Jadam, Md. Daun ini digunakan karena bagian bawah daunnya mengandung sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian), sehingga dapat dengan mudah diamati perubahan warna selnya di bawah mikroskop.
Larutan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M. Perbedaan konsentrasi yang digunakan ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan dengan jumlah sel yang terplasmolisis.
Pada percobaan ini dilakukan pertama-tama dengan menyiapkan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi yang telah disebutkan di atas. Setelah itu membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor (Jadam, Md), kemudian meletakkan sayatan pada gelas benda lalu ditetesi air dan menutup dengan gelas penutupnya. Selanjutnya, mengamati preparat tersebut di bawah mikroskop dari perbesaran kecil kemudian semakin besar dan perbesaran yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah 10 x 10. Setelah itu menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan. Kemudian menetesi preparat tersebut dengan larutan sukrosa ke tepi gelas penutupnya dan mengamati serta mencatat terjadinya perubahan sel-sel beranthosian tadi terus menerus selama 2 menit. Langkah terakhir menghitung sel-sel yang mengalami pemudaran warna anthosian ungu menjadi transparan.
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan pertama sel epidermis permukaan bawah daun Rhoe discolor yang berwarna ungu berjumlah 87. Setelah ditetesi dengan larutan sukrosa 0,14 M terjadi perubahan warna pada sel yang berwarna ungu menjadi transparan dalam waktu 1 menit 24 detik dengan jumlah yang terplasmolisis sebanyak 38 sehingga yang tidak terplasmolisis sebanyak 49. Apabila dinyatakan dalam persentase jumlah sel yang terplasmolisis sebesar 43,67% dan yang tidak terplasmolisis sebesar 56,33%. Pada perlakuan kedua sel epidermis daun Rhoe discolor yang berwarna ungu sebanyak 65. Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,18 M yang mengalami plasmolisis sebanyak 28 dan yang tidak terplasmolisis sebanyak 43. Dengan persentaseyang terplasmolisis sebesar 43,07% dan yang tidak terplasmolisis sebesar 56,93%. Pada perlakuan ketiga sel epidermis yang berwarna ungu sebanyak 109. Setelah ditetesi larutan sukrosa 0,22 M terjadi plasmolisis dalam waktu 1 menit 40 detik sebanyak 33 dan yang tidak terplasmolisis sebanyak 76 dengan persentase terplasmolisis sebesar 30,27% dan yang tidak terplasmolisis 69,73%. Pada perlakuan terakhir didapatkan sel epidermis yang berwarna ungu sebanyak 83. Setelah ditetesi dengan larutan sukrosa 0,26 M yang terplasmolisis sebanyak 49 dan yang tidak terplasmolisis sebanyak 34 dengan persentase yang terplasmolisis sebesar 59,04% dan yang tidak terplasmolisis 40,96%.
Fakta tentang gejala plasmolisis
Setelah melakukan percobaan dapat diketahui gejala yang terjadi pada peristiwa plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa lepasnya plasmalemma atau membran plasma dari dinding sel karena dehidrasi (sel kehilangan air). Setelah preparat dari sel epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki warna ungu (anthocian) ditetesi dengan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi terjadi perubahan pada sel tersebut yang semula semua berwarna ungu berubah menjadi transparan. Peristiwa tersebut adalah peristiwa plasmolisis. Sehingga gejala yang terjadi pada peristiwa plasmolisis adalah perubahan yang terjadi pada sel yang berwarna ungu berubah menjadi transparan.
Faktor penyebab plasmolisis
Pada percobaan ini dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M, 0,22 M, dan 0,26 M diperoleh jumlah sel yang terplasmolisis berbeda-beda, berturut-turut adalah 43,67%, 43,07%, 30,27%, 59,04%.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan ternyata dengan semakin besarnya konsentrasi larutan (0,14 M, 0,18 M, 0,22 M) yang diteteskan pada sel epidermis Rhoe discolor, maka jumlah sel yang terplasmolisis semakin sedikit, tetapi pada konsentrasi 0,26 M jumlah sel yang terplasmolisis semakin banyak.
Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel. Sel epidermis daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Apabila dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya perlakuan dengan larutan sukrosa0,26 M yang sesuai dengan literature. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah tetesan larutan sukrosa yang diteteskan pada sel epidermis Rhoe discolor dan ada sebagian larutan sukrosa yang diteteskan tidak mengenai sel epidermis tersebut. Sel epidermis yang diamati sangat kecil dan dan celah antara gelas penutup dan sel episermis sangatlah sempit, sehingga latutan sukrosa sulit mengenai sel epidermis. Selain itu, pada percobaan ini waktu pengamatan terhadap sel-sel anthosianin yang mulai terplasmolisis tidak dilakukan tepat selama 2 menit serta terjadi kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena sel-sel epidermis dari Rhoe discolor sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain.
Mendiskripsikan peristiwa plasmolisis
Plasmolisis merupakan peristiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena sel kehilangan air atau dehidrasi ketika sel ditempatkan di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis terhadap sel atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi. Pada saat sel ditempatkan di larutan yang hipertonis, maka air akan keluar dari vakuola, sehingga membran sitoplasma akan mengkerut dan terlepas dari dinding sel.
Pada percobaan kali ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo discolor yang memiliki pigmen warna ungu (anthocian), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu, juga digunakan larutan sukrosa berbagai konsentrasi yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel.
Sebelum diteteskan larutan sukrosa, sel-sel yang bewarna ungu terlihat lebih banyak dan jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau transparan. Hal ini terjadi karena pada saat normal, pigmen antosianin berada pada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma . Setelah diteteskan larutan sukrosa dan didiamkan selama lebih kurang dua menit, terjadilah keadaan yang bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Sel-sel berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membran sitoplasma akan mengkerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga menciutkan ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin di dalam vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut, kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga bisa terlihat lebih jelas.
Berdasarkan literature yang diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Plasmolisis dapat dilihat dengan jelas perbedaan sel Rhoe discolor yang sebelum terplasmolisis dan sesudah plasmolisi


Sebelum plasmolisis

Setelah plasmolisis



Sel yang terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila sel yang mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis. Keadaan sel akan kembali seperti semula karena air di luar sel akan berosmosis ke dalam sel yang hipertonis, sehingga sitoplasma akan kembali mengembang. Peristiwa ini disebut dengan deplasmolisis. (Campbell, 2002).
Potensial osmotik juga disebut sebagai tekanan turgor, yaitu tekanan dari dalam vakuola kepada plasma dan dinding sel karena adanya osmosis air kedalam vakuola. Pada larutan sukrosa yang digunakan, pada percobaan ini masing-masing mempunyai potensial osmotic atau PO, yaitu pada larutan sukrosa 0,14M PO = -3,70, larutan sukrosa 0,18 M PO= - 4,50, larutan sukrosa 0,22 M PO= -5,60, dan larutam sukrosa 0,26M PO= -7,00. (suyitno dkk, 2010:23)
Dari literature di atas, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat, maka potensial osmotiknya semakin kecil, dan sebaliknya semakin rendah konsentrasi suatu zat, maka potensial osmosisnya semakin besar. Hal tersebut sesuai dengan sifat air yang bisa mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah.
Potensial osmotic di dalam sel lebih tinggi dibanding potensial osmotic larutan yang berada di luar (lingkungannya), sehingga air mampu menembus dinding sel, dan keluar dari sel. Semakin lama sel akan mengkerut dan plasma sel akan lepas dari dinding sel. Peristiwa itulah yang disebut plasmolisis.
  1. KESIMPULAN
-Salah satu faktor yang menyebabkan plasmolisis adalah konsentrasi larutan. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
- peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya plasmalemma atau membrane plasma dari dinding sel karena sel kehilangan air atau dehidrasi ketika sel ditempatkan di larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonis terhadap sel atau memiliki potensial osmotic yang lebih tinggi.
- Sel yang terplasmolisis ini dapat dikembalikan pada keadaan semula bila sel yang mengalami plasmolisis di tempatkan di larutan hipotonis. Peristiwa ini disebut deplasmolisis.

DAFTAR PUSTAKA
Burnie, David. 2000. Jendela Iptek Seri II: Kehidupan. Jakarta: Balai Pustaka

Champbel, Neil A.. 2003. Bioligi Jilid II Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Dwidjoseputro. 1962. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka


Ferdinand, Fiktor P. dan Moekti Ariwibowo. 2002. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: Grafindo
Media Pratama

Kimball, John W. 1998. Biologi Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta:Erlangga

Nasir, Mochamad. 1993. Petunjuk Praktikum Biologi Umum. Yogyakarta:Debdiknas

Suyitno, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Biologi Dasar II. Yogyakarta: UNY























  1. TUGAS PENGEMBANGAN
  1. Dapatkah penaksiran potensial air jaringan didasarkan pada potensial air larutan perendam yang belum menimbulkan plasmolisis?
Jawab: Penaksiran potensial jaringan tidak dapat didasarkan pada potensial larutan perendaman yang belum menimbulkan plasmolisis sebab penaksiran potensial osmotic suatu jaringan yang eqivalen dengan potensial larutan dapat dihitung apabila sudah mengakibatkan plasmolisis sebesar 50%.
  1. Apa maksud penggunaan epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor untuk percobaan plasmolisis?
Jawab: Pada pengamatan kali ini digunakan epidermis bawah daun Rhoeo discolor yang memiliki pigmen warna ungu, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan.
  1. Mengapa potensial osmotic taksiran berdasarkan potensial osmotic larutan perendam penyebab keadaan “incipient plasmolisis.
Jawab: Sebab keadaan suatu sel epidermis dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya suhu, cahaya, kelembaban udara, dan habitat tumbuhan tersebut, sehingga antara haswil percobaan dengan kenyataan sering terdapat perbedaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar