MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Dalam dunia pendidikan masih ada
kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya
diukur dari tercapainya target akademis siswa. Karena itu wajar jika
sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa siswa
harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap
telah berhasil.
Belum terfikirkan bagaimana proses
pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak
sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memilki moral yang
mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring
dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa Indonesia
tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat
bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu,
karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali.
NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA
Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa
Indonesia selama ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami
penurunan kualitas karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan
, kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan
atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi dan
nepotisme. Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter
bangsa yang diakui kebenarannya secara universal. Karakter bangsa yang
dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan,
kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola piker yang
dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya
bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan
sejarah bangsa.
Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman,
taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin,
demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada
keunggulan, gotong royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan
cakap.
Khususnya bangsa Indonesia, upaya
penanaman nilai-nilai karakter bangsa sebenarnya sudah dimulai sejak
dicetuskannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, yang secara
implicit ada kesamaan antara nilai-nilai pada biutir-butir Pancasila
dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Pembangunan karakter bangsa adalah
upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang
mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan
pikiran bangsa Indonesia. Untuk membangun karakter bangsa, haruslah
diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, ada baiknya
kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses
kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu saja pembelajaran yang dapat
mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun.
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Menurut saya, pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat
dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa. Model-model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan
aktif siswa dalam belajar. Baik dalam tugas-tugas mandiri maupun
kelompok. Di samping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya
nilai-nilai karakter bangsa.
- Pertama, construcivism.
Guru meyakinkan pada pikiran siswa
bahwa ia akan belajar lebih bermakna jika ia mampu bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan membentuk atau membangun pengetahuan atau
keterampilan barunya sendiri.
- Kedua, inquiry.
Guru dan siswa melaksanakan proses
penemuan pengetahuan secara mandiri, dan menjadi inti dari pembelajaran
kontekstual. Komponen ini sangat mendorong tumbuhnya nilai kemandirian
pada siswa.
- Ketiga, questioning.
Guru dan siswa senantiasa mengembangkan
pertanyaan agar menumbuhkan rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong
terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan. Hal ini juga merupakan
alat bagi siswa untuk dapat menyelesaikan masalah belajar ketika
mendapati tantangan.
- Keempat, learning community.
Guru senantiasa membiasakan memabngun
belajar kelompok, atau dapat juga berpasangan. Kemudia siswa dilatih
dan dimantapkan pengetahuannya untuk bekerja secara perorangan.
Komponen ini sangat penting bagi upaya terwujudnya nilai demokratis,
menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan orientasi pada
keunggulan.
- Kelima, modelling.
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan
tertentu ada model yang bias ditiru, baik dari guru, siswa maupun alat
peraga yang digunakan untuk mempermudah pemahaman siswa. Komponen ini
dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, iman, dan taqwa, cinta
tanah air, dan kreatif. Hal ini dapat dipahami misalnya ketiga guru
sejarah menerangkan figure Pangeran Diponegoro yang relegius berjuang
dengan jiwa dan raga untuk menjaga martabat bangsa.
- Keenam, reflection.
Cara berfikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah
dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa
yang diperolehnya pada hari itu, baik berupa catatan atau jurnal di
buku siswa, kesan maupun saran siswa. Komponen ini dapat melahirkan
kesadaran untuk senantiasa berinteropeksi diri setiap kali telah
melakukan sesuatu.
- Ketujuh, authentic assessment.
Proses pengumpulan data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, baik oleh guru maupun
siswa. Khususnya bagi siswa, komponen ini membiasakan siswa untuk dapat
mengukur diri apakah sudah baik? Apakah sudah maju? Apakah sudah
berhasil? Adakah hambatan? Atau bagaimana cara mengatasi hambatan?
Anak kita yang sejak dini terbiasa dengan authentic assessment akan menjadi tulang punggung Negara dalam membangun bangsa.
Anak kita yang sejak dini terbiasa dengan authentic assessment akan menjadi tulang punggung Negara dalam membangun bangsa.
Cepat atau lambat jika kita merasa
bertanggung jawab untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam
semua sector kehidupan berbangsa dan bernegara, maka para pendidik
senini mungkin harus menyisipkan nilai-nilai karakter bangsa.
Nilai-nilai karakter ini bisa ditanamkan dalam pembelajaran dan juga
dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan pramuka, haiking,
penghijauan, olah raga, dan lain-lain. Karena di sekolah, melalui
wahana itulah kita dapat membangun karakter bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar